Pendekatan Dalam Pembelajaran IPA


MAKNA PENDEKATAN
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Sedangkan, Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME\
Kontruktivis merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual. Pengetahuan dibangun oleh siswa melalui kegiatan eksplorasi dan diskusi degan temannya. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diangkat, tetapi siswa harus mengkonstruki pengetahuannya sendiri.
Menurut Mc Brien and Brandt (Sutardi, 2007:125) “Contructivismis an approach to teachingbaseg on research about how people learn. Many researcher say that each individual constructs knowledge rather than receiving in from others”. Konstruktivis adalah suatu pendekatan pembelajaran berdasarkan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan penelitian berpendapat setiap individu membangun pengetahuannya dan bukan hanya menerima pengetahuan dari orang lain.
Menurut Briner,M (sutardi, 2007:125) “ They are constructing their own knowledge by testing ideas and approaches based on their prior knowledge and experience, applying these to a new situasion and integrating the new knowledge gained with pre-existing intellectual contructs.” Siswa membangun pengetahuan mereka dengan menguji ide-ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan membangun intelektual yang sebelumnya ada.
Menurut Glaserfeld (Yunus, 2009:70) mengemukakan bahwa Konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi (bentukan) diri sendiri. Pernyataan ini menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan tetapi akibat dari suatu kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivis adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa membangun pengetahuan atau konsep secara aktif, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam proses pembelajaran ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterimanya dengan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru
Pendekatan konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya (apabila aturan-aturan tersebut sudah tidak sesuai lagi), (Dahar, 1998). Sehingga peserta didik akan memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, memecahkan masalah menemukan sesuatu untuk dirinya dan berusaha semaksimal mungkin dengan menggunakan ide-ide mereka sendiri dan membelajarkannya dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. 
Prinsip utama dalam konstruktivisme adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Tapi guru sebagai pembimbing, fasilitator, pendukung kognitif, memotivasi dan memfasilitasi dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dengan cara (minat) dan bakatnya masing-masing serta guru harus menilai setiap peserta didik dengan terbuka dan objektif.
Karakteristik pendekatan Konstruktivis
Setiap pendekatan pembelajaran tentunya memiliki karakteristik dan prinsip tersendiri, begitu pula pendekatan konstruktivisme yang memiliki karakteristik dan prinsip pembelajaran tersendiri. Nuhadi (Yunus, 2009: 75) menyatakan delapan prinsip pembelajaran kontruktivis yakni sebagai berikut.
1. Melakukan hubungan yang bermakna.
2. Melakukan kegiatan yang signifikan.
3. Belajar yang diatur sendiri.
4. Bekerja sama.
5. Berpikir kritis dan kreatif.
6. Mengasuh dan memelihara pribadi siswa.
7. Mencapai standar yang tinggi.
8. Menggunakan penilaian otentik
Pembelajaran yang berorientasi konstruktivis menekankan pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif melalui proses pembelajaran yang bermakna. Guru tidak mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Oleh karena itu siswa dapat belajar dari teman melalui kerja kelompok ataupun diskusi. Pembelajaran dikatikan dengan kehidupan nyata atua masalah yang disimuliasikan. Dengan demikian pengetahuan akan keterampilan akan didapat, perilaku akan terbentuk atas kesadaran sendiri.
Sedangkan menurut Hari Suderadjat (Sutadi, 2007: 133), pembelajaran kontruktivis memiliki beberapa karakteristik, antara lain :
1. Proses top-down artinya siswa mulai belajar dengan masalah-masalah yang lebih kompleks untuk dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru melalui penggunaan keterampilan dasar yang digunakan.
2. Pembelajaran kooperatif , model konstruktivis juga menggunakan pembelajaran kooperatif, karena siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan temannnya.
3. Pembelajaran generatif atau generative learning juga digunakan dalam pendekatan konstruktivis. Strategi ini mengajarkan siswa dengan metode spesifik untuk melakukan kerja mental menangani informasi baru.
4. Pembelajaran dengan penemuan, dalam pembelajaran penemuan siswa didorong untuk belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan konsep, ynag memungkinkan mereka menemukan konsep baru.
5. Pemebelajaran dengan pengaturan diri, pendekatan konstruktivis mempunyai visi bahwa siswa adalah sosok yang ideal, yaitu seseorang yang mampu mengatur dirinya sendiri atau self regulated learner.
6. Scaffolding didasarkan atas konsep Vygotsky tentang pembelajaran dengan bantuan guru.
Dalam memperoleh pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya pengalaman baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Pengalaman baru tersebut kemudian dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Jika pengalaman baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka terjadi ketidakseimbangan dalam struktuf kognitifnya.
Tahapan Pembelajaran Konstruktivis
Secara umum pembelajaran berdasarkan teori belajar konstruktivis meliputi empat tahap. Keempat tahap tersebut menurut Horsley (Yunus, 2009:77) adalah tahap apersepsi (mengungkapkan konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa), tahap eksplorasi, tahap diskusi dan penjelasan konsep, tahap pengembangan aplikasi dan Aplikasi konsep.
Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, pendidik memancing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengkaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep itu.
Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang pendidik. Kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena alam sekelilingnya.
Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan pendidik, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi tentang konsepsinya.
Tahap keempat, pendidik berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah.
Peran Guru Dalam Pembelajaran Konstruktivis
Peran guru dan siswa dalam pembelajaran konstruktivis, dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Menurut Paul Suparno (Sutadi, 2007:128) bagi siswa, guru guru berfungsi sebagai mediator, pemandu, dan sekaligus teman belajar. Dalam hal ini, guru dan siswa lebih sebagai mitra yang bersama-sama membangun pengetahuannya. Adapun siswa, dituntut aktif belajar dalam rangka mengkonstruksi pengetahuannya, karena itu siswa sendirilah yang harus bertanggung jawab atas hasil belajarnya.
Beberapa tugas guru dalam menjalankan fungsinya sebagai mediator dan fasilitator belajar, sebagai berikut :
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian.
2. Menyediakan atau memberi kegiatan-kegitan yang merangsang keingintahuan dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide-ide ilmiah mereka
3. Menyediakan sarana yang merangsang siswa untuk berpikir secara produktif.
4. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa.
5. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak.
Guru menunjukkan atau mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan yang dibuat oleh siswa.
Tugas guru yang terpenting, menghargai dan menerima pemikiran siswa apa pun adanya sambil menunjukkan apakah pemikiran itu jalan atau tidak. Oleh karena itu, guru harus menguasai bahan atau materi secara luas dan mendalam, sehingga dapat lebih fleksibel menerima gagasan siswa yang berbeda dan bervariasi.
Julyan dan Duckworth (Sutardi, 2007:128) merangkum hal-hal penting yang perlu dikerjakan oleh guru konstruktivis sebagai berikut:
1. Guru perlu mendengar sungguh-sungguh interprestasi siswa terhadap data yang ditemukan sambil menaruh perhatian khusus kepada keraguan, kesulitan, dan kebingungan setiap siswa.
2. Guru perlu memperhatikan perbedaan pendapat dalam kelas, pada hal-hal yang kontradiktif dan membingungkan siswa, guru akan menemukan bahwa konsep yang dipelajari itu mungkin sulit dan membutuhkan lebih banyak untuk mengkonstruksinya.
3. Guru perlu tahu bahwa ”tidak mengerti” adalah langkah yang penting untuk mulai menekunnya, ketidaktahuan siswa bukanlah suatu tanda yang jelek dalam proses belajar, melainkan langkah awal untuk mulai.
Berdasarkan uraian diatas, tugas guru pada pembelajaran konstruktivis harus lebih menjadi mitra yang aktif bersama, merangsang pemikiran, menciptakan persoalan, membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan konsepnya, serta kritis menguji konsep yang diajukan oleh siswa. Oleh karena itu, dapatlah dirumuskan secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivis adalah pembelajaran yang berpusatkan siswa.
Teori Belajar Yang Mendasari Pembelajaran Pendekatan Konstruktivis
Tujuan akhir dari setiap kegiatan pembelajaran adalah agar siswa dapat menguasai dan memahami konsep-konsep pelajaran, maupun berpikir secara formal dan dapat mengaplikasian apa yang diperolehnya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi pada kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa teori belajar yang mendasari pembelajaran melalui penerapan pendekatan konstruktivisme, diantarannya adalah :
1.      Teori perkembangan Mental Piaget
Piaget mengemukakan teori tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget ( Dahar, 1988 : 56 ) mengemukakan terdapat tiga aspek pertumbuhan intelektual, yaitu struktur, yang merupakan organisasi dan adaptasi.
Secara rinci Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis ( menurut usia kalender ) yaitu :
1) Tahap sensori, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun.
2) Tahap pra operasi, dari umur sekitar 2 tahun sampai dengan sekitar umur 7 tahun.
3) Tahap operasi konkrit, dari sekitar umur 7 tahun sampai dengan sekitar umur 11 tahun.
4) Tahap operasi konkrit, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya.
Dengan demikian , jika memperhatikan usia anak SD berarti masih termasuk pada tahap operasi konkrit. Oleh sebab itu setiap guru harus mengetahui karakter anak pada tahap ini. Guru – guru harus mengetahui apa yang dimiliki anak dan kemampuan apa yang belum dimiliki. Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan material konkrit. Mereka baru mampu mengingat definisi yang telah ada dan mengungkapkan kembali.
2. Teori Konstruktivisme sosial Vigotsky
Teori Konstruktivisme sosial vigotsky berasumsi bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Siswa mempunyai dua tingkat perkembangan,perkembangan aktual dan potensial.
3. Teori Bermakna Ausubel
Menurut ausubel, ada dua macam proses belajar, yaitu belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna berarti informasi baru diasimilasikan dalam struktur pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya hanya perlu bila pembelajaran mendapatkan fenomena atau informasi yang sama sekali baru dan belum ada hubungannya dalam struktur pengertian lamanya.

PENDEKATAN INQUIRI
Inquiry yaitu salah satu metode pengajaran dengan cara guru menyuguhkan suatu peristiwa kepada siswa yang menimbulkan teka-teki, dan memotivasi siswa untuk mencari pemecahan masalah. Metode inquiry ditelusuri dari fakta menuju teori.
Dengan harapan agar siswa terangsang untuk mencari dan meneliti, serta memecahkan masalah dengan kemampuannya sendiri. Dalam pelaksanaannya metode inquiry dapat dilakukan dengan cara guru membagi tugas meneliti suatu masalah di kelas. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus diselesaikan. Kemudian tugas itu mereka pelajari, mereka teliti, serta dibahas bersama-sama dalam kelompoknya. Setelah dibahas, dan didiskusikan, kemudian masing-masing kelompok itu membuat laporan hasil kerja, dengan cara sistematis dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Inquiry juga dapat berjalan dengan cara sebagai berikut guru menunjukkan sesuatu benda/barang, atau buku yang masih asing bagi siswa didepan kelas. Kemudian semua siswa disuruh mengamati, meraba, melihat dan membaca dengan seluruh alat indera secara cermat. Lalu guru memberikan masalah, atau pertanyaan kepada seluruh siswa, yang sudah siap dengan jawaban atau pendapat. Dalam hal ini masalah yang diajukan kepada siswa itu tidak boleh menyimpang dari garis pelajaran yang telah diberikan/direncanakan tersebut, metode ini setingkat lebih maju dari problem solving, karena permasalahannya bersifat penelitian (research).
Ada tiga ciri pembelajaran inkuiri, yaitu pertama, Strategi Inquiry menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan (siswa sebagai subjek belajar). Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri yang sifatnya sudah pasti dari sesuatu yang sudah dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sifat percaya diri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis.
Menurut Sanjaya (2009), penggunaan inkuiri harus memperhatikan beberapa prinsip, yaitu berorientasi pada pengembangan intelektual (pengembangan kemampuan berfikir), prinsip interaksi (interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan lingkungan), prinsip bertanya (guru sebagai penanya), prinsip belajar untuk berfikir (learning how to think), prinsip keterbukaan (menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan).
Prinsip – prinsip Penggunaan Inkuiri
a. Berorientasi pada pengembangan intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian , strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunkan strategi inquiri bukan ditentukan sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan.
b. Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. 
c. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunkaan model inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
d. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think) yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
e. Prinsip Keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
Dalam implementasinya, pembelajaran inkuiri memiliki sintaks sebagai berikut:
  1. Menyajikan pertanyaan atau masalah: Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan. Guru membagi siswa dalam kelompok.
  2. Membuat hipotesis: Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan  dengan permasalahan  dan memproiritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
  3. Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.
  4. Mengumpulkan dan menganilisis data: Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.
  5. Membuat kesimpulan: Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.
Sedangkan menurut Sudjana (1989), ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri, yaitu :
  1. Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa
  2. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis
  3. Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan
  4. Manarik kesimpulan atau generalisasi
  5. Mengaplikasikan kesimpulan
Berdasarkan tingkat kematangan siswa, pendekatan inkuiri dapat dilakukan dalam lima tingkatan, yaitu inkuiri tradisional, inquiri terbimbing, inkuiri mandiri, keterampilan prosedur ilmiah, Penelitian siswa. Terdapat tiga aspek yang sama penting dalam pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, Kegiatan Belajar/Mengajar dan materi, hasil evaluasi. Proses yang baik diasumsikan akan mendapatkan hasil yang baik. Proses belajar yang efektif harus melibatkan sebanyak mungkin alat indera. Pendekatan inkuiri, melibatkan semua indera sehingga pengetahuan siswa akan menjadi tahan lama. Perumusan indikator, harus memikirkan efek samping terutama pada tahapan perkembangan psikologi siswa. Kelemahan pendekatan inkuiri (kekacauan pembelajaran), dapat terjadi kalau guru tidak melakukan pembimbingan secara terarah dan bertanggung jawab. Guru penting melakukan monitoring atau pengontrolan terhadap aktivitas siswa.
o   Keunggulan metode inquiry :
  1. Mendorong siswa berpikir secara ilmiah dalam setai pemecahan masalah yang dihadapi.
  2. Membantu dalam menggunakan ingatan, dan transfer pengetahuan pada situasi proses pengajaran.
  3. Mendorong siswa untuk berfikir kreatif dan intuitif, dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri.
  4. Menumbuhkan sikap obyektif, jujur dan terbuka.
  5. Situasi proses belajar mengajar menjadi hidup dan dinamis
o   Kekurangan metode inquiry :
  1. Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang. Bagi guru yang terbiasa dengan cara tradisional, merupakan beban yang memberatkan.
  2. Pelaksanaan pengajaran melalui metode ini, dapat memakan watu yang cukup panjang. Apalagi proses pemecahan masalah itu memerlukan pembuktian secara ilmiah.
  3. Proses jalannya inquiry akan menjadi terhambat, apabila siswa telah terbiasa cara belajar “nrimo” tanpa kritik dan pasif apa yang diberikan oleh gurunya.
  4. Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah. Akan tetapi justru memerlukan pengulangan dan penanaman nilai. Misalnya pada pengajaran agama, mengenai keimanan, ibadah dan akhlak.
  5. Metode inquiry ini baru dilaksanakan pada tingkat SLTA, Perguruan Tingi. Dan untuk tingkat SLTP dan tingkat SD masih sulit dilaksanakan. Sebab pad tingkat tersbeut anak didik belum mampu berpikir secara ilmiah, merupakan ciri dari metode inquiry.
o   Hal-hal yang dapat mempertinggi teknik inquiry 
Agar teknik inquiry dapat dilaksanakan dengan baik, memerlukan kondisi belajar sebagai berikut :
  1. Menciptakan situasi kondisi yang fleksibel (tidak terlalu kaku) dalam interaksi belajar, dan siswa belajar dari perasaan takut dan tekanan.
  2. Kondisi lingkungan yang dapat memancing gairah intelektual, dan semangat belajar yang tinggi.
  3. Guru mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif dan responsif.



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel