Pendekatan Dalam Pembelajaran IPA
MAKNA PENDEKATAN
Pendekatan dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi
pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau
pembelajaran ekspositori.
Sedangkan,
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik
tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran
dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran
terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan
(2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher
centered approach).
PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME\
Kontruktivis
merupakan
landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual. Pengetahuan dibangun oleh
siswa melalui kegiatan eksplorasi dan diskusi degan temannya. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diangkat, tetapi siswa harus mengkonstruki pengetahuannya sendiri.
Menurut Mc Brien and Brandt
(Sutardi, 2007:125)
“Contructivismis an approach to teachingbaseg on research about how people
learn. Many researcher say that each individual constructs knowledge rather
than receiving in from others”. Konstruktivis
adalah suatu pendekatan pembelajaran berdasarkan kepada penelitian tentang
bagaimana manusia belajar. Kebanyakan penelitian berpendapat setiap individu
membangun pengetahuannya dan bukan hanya menerima pengetahuan dari orang lain.
Menurut Briner,M (sutardi,
2007:125) “
They are constructing their own knowledge by testing ideas and approaches based
on their prior knowledge and experience, applying these to a new situasion and
integrating the new knowledge gained with pre-existing intellectual contructs.”
Siswa membangun pengetahuan mereka dengan menguji ide-ide dan pendekatan
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, mengaplikasikannya kepada
situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan
membangun intelektual yang sebelumnya ada.
Menurut Glaserfeld (Yunus,
2009:70)
mengemukakan bahwa Konstruktivis adalah
salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan itu adalah
konstruksi (bentukan) diri sendiri. Pernyataan ini menegaskan bahwa pengetahuan
bukanlah suatu tiruan dari kenyataan tetapi akibat dari suatu kontruksi
kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.
Berdasarkan beberapa pandangan di
atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivis
adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa membangun pengetahuan
atau konsep secara aktif, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah
dimiliki sebelumnya. Dalam proses pembelajaran ini, siswa akan menyesuaikan
pengetahuan yang diterimanya dengan pengetahuan sebelumnya untuk membangun
pengetahuan baru
Pendekatan
konstruktivisme
merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang
menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya (apabila aturan-aturan tersebut sudah tidak sesuai lagi), (Dahar,
1998). Sehingga peserta didik akan memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,
memecahkan masalah menemukan sesuatu untuk dirinya dan berusaha semaksimal
mungkin dengan menggunakan ide-ide mereka sendiri dan membelajarkannya dengan
secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Prinsip
utama dalam konstruktivisme adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan ilmu pengetahuan
kepada peserta didik. Tapi guru sebagai pembimbing, fasilitator, pendukung
kognitif, memotivasi dan memfasilitasi dengan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan dengan cara (minat) dan bakatnya
masing-masing serta guru harus menilai setiap peserta didik dengan terbuka dan
objektif.
Karakteristik pendekatan Konstruktivis
Setiap pendekatan pembelajaran
tentunya memiliki karakteristik dan prinsip tersendiri, begitu pula pendekatan
konstruktivisme yang memiliki karakteristik dan prinsip pembelajaran
tersendiri. Nuhadi (Yunus, 2009: 75) menyatakan delapan prinsip pembelajaran
kontruktivis yakni sebagai berikut.
1. Melakukan hubungan yang bermakna.
2. Melakukan kegiatan yang signifikan.
3. Belajar yang diatur sendiri.
4. Bekerja sama.
5. Berpikir kritis dan kreatif.
6. Mengasuh dan memelihara pribadi siswa.
7. Mencapai standar yang tinggi.
8. Menggunakan penilaian otentik
1. Melakukan hubungan yang bermakna.
2. Melakukan kegiatan yang signifikan.
3. Belajar yang diatur sendiri.
4. Bekerja sama.
5. Berpikir kritis dan kreatif.
6. Mengasuh dan memelihara pribadi siswa.
7. Mencapai standar yang tinggi.
8. Menggunakan penilaian otentik
Pembelajaran yang berorientasi
konstruktivis menekankan pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif
melalui proses pembelajaran yang bermakna. Guru tidak mampu memberikan semua
pengetahuan kepada siswa. Oleh karena itu siswa dapat belajar dari teman
melalui kerja kelompok ataupun diskusi. Pembelajaran dikatikan dengan kehidupan
nyata atua masalah yang disimuliasikan. Dengan demikian pengetahuan akan
keterampilan akan didapat, perilaku akan terbentuk atas kesadaran sendiri.
Sedangkan menurut Hari Suderadjat (Sutadi, 2007: 133), pembelajaran kontruktivis memiliki beberapa karakteristik, antara lain :
1. Proses top-down artinya siswa mulai belajar dengan masalah-masalah yang lebih kompleks untuk dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru melalui penggunaan keterampilan dasar yang digunakan.
2. Pembelajaran kooperatif , model konstruktivis juga menggunakan pembelajaran kooperatif, karena siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan temannnya.
3. Pembelajaran generatif atau generative learning juga digunakan dalam pendekatan konstruktivis. Strategi ini mengajarkan siswa dengan metode spesifik untuk melakukan kerja mental menangani informasi baru.
4. Pembelajaran dengan penemuan, dalam pembelajaran penemuan siswa didorong untuk belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan konsep, ynag memungkinkan mereka menemukan konsep baru.
5. Pemebelajaran dengan pengaturan diri, pendekatan konstruktivis mempunyai visi bahwa siswa adalah sosok yang ideal, yaitu seseorang yang mampu mengatur dirinya sendiri atau self regulated learner.
6. Scaffolding didasarkan atas konsep Vygotsky tentang pembelajaran dengan bantuan guru.
Sedangkan menurut Hari Suderadjat (Sutadi, 2007: 133), pembelajaran kontruktivis memiliki beberapa karakteristik, antara lain :
1. Proses top-down artinya siswa mulai belajar dengan masalah-masalah yang lebih kompleks untuk dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru melalui penggunaan keterampilan dasar yang digunakan.
2. Pembelajaran kooperatif , model konstruktivis juga menggunakan pembelajaran kooperatif, karena siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan temannnya.
3. Pembelajaran generatif atau generative learning juga digunakan dalam pendekatan konstruktivis. Strategi ini mengajarkan siswa dengan metode spesifik untuk melakukan kerja mental menangani informasi baru.
4. Pembelajaran dengan penemuan, dalam pembelajaran penemuan siswa didorong untuk belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan konsep, ynag memungkinkan mereka menemukan konsep baru.
5. Pemebelajaran dengan pengaturan diri, pendekatan konstruktivis mempunyai visi bahwa siswa adalah sosok yang ideal, yaitu seseorang yang mampu mengatur dirinya sendiri atau self regulated learner.
6. Scaffolding didasarkan atas konsep Vygotsky tentang pembelajaran dengan bantuan guru.
Dalam memperoleh pengetahuan
siswa diawali dengan diadopsinya pengalaman baru sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan. Pengalaman baru tersebut kemudian dibandingkan dengan konsepsi awal
yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Jika pengalaman baru tersebut tidak sesuai
dengan konsepsi awal siswa, maka terjadi ketidakseimbangan dalam struktuf
kognitifnya.
Tahapan Pembelajaran Konstruktivis
Secara umum pembelajaran
berdasarkan teori belajar konstruktivis meliputi empat tahap. Keempat tahap
tersebut menurut Horsley (Yunus, 2009:77) adalah tahap apersepsi (mengungkapkan
konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa), tahap eksplorasi,
tahap diskusi dan penjelasan konsep, tahap pengembangan aplikasi dan Aplikasi
konsep.
Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya
tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, pendidik memancing dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering
ditemui sehari-hari dengan mengkaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi
kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang
konsep itu.
Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan
menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian
data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang pendidik. Kemudian secara
berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini
akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena alam sekelilingnya.
Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan
pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan pendidik, maka siswa
membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari. Hal ini
menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi tentang konsepsinya.
Tahap keempat, pendidik berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah.
Tahap keempat, pendidik berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah.
Peran Guru Dalam Pembelajaran Konstruktivis
Peran guru dan siswa dalam
pembelajaran konstruktivis, dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan
sebagai mediator dan fasilitator yang membantu yang membantu agar proses
belajar siswa berjalan dengan baik. Menurut Paul Suparno (Sutadi, 2007:128)
bagi siswa, guru guru berfungsi sebagai mediator, pemandu, dan sekaligus teman
belajar. Dalam hal ini, guru dan siswa lebih sebagai mitra yang bersama-sama
membangun pengetahuannya. Adapun siswa, dituntut aktif belajar dalam rangka
mengkonstruksi pengetahuannya, karena itu siswa sendirilah yang harus
bertanggung jawab atas hasil belajarnya.
Beberapa tugas guru dalam
menjalankan fungsinya sebagai mediator dan fasilitator belajar, sebagai berikut
:
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian.
2. Menyediakan atau memberi kegiatan-kegitan yang merangsang keingintahuan dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide-ide ilmiah mereka
3. Menyediakan sarana yang merangsang siswa untuk berpikir secara produktif.
4. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa.
5. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak.
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian.
2. Menyediakan atau memberi kegiatan-kegitan yang merangsang keingintahuan dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide-ide ilmiah mereka
3. Menyediakan sarana yang merangsang siswa untuk berpikir secara produktif.
4. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa.
5. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak.
Guru menunjukkan atau mempertanyakan
apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk untuk menghadapi persoalan baru yang
berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan yang dibuat oleh
siswa.
Tugas guru yang terpenting,
menghargai dan menerima pemikiran siswa apa pun adanya sambil menunjukkan
apakah pemikiran itu jalan atau tidak. Oleh karena itu, guru harus menguasai
bahan atau materi secara luas dan mendalam, sehingga dapat lebih fleksibel
menerima gagasan siswa yang berbeda dan bervariasi.
Julyan dan Duckworth (Sutardi, 2007:128) merangkum hal-hal penting yang perlu dikerjakan oleh guru konstruktivis sebagai berikut:
1. Guru perlu mendengar sungguh-sungguh interprestasi siswa terhadap data yang ditemukan sambil menaruh perhatian khusus kepada keraguan, kesulitan, dan kebingungan setiap siswa.
2. Guru perlu memperhatikan perbedaan pendapat dalam kelas, pada hal-hal yang kontradiktif dan membingungkan siswa, guru akan menemukan bahwa konsep yang dipelajari itu mungkin sulit dan membutuhkan lebih banyak untuk mengkonstruksinya.
3. Guru perlu tahu bahwa ”tidak mengerti” adalah langkah yang penting untuk mulai menekunnya, ketidaktahuan siswa bukanlah suatu tanda yang jelek dalam proses belajar, melainkan langkah awal untuk mulai.
Julyan dan Duckworth (Sutardi, 2007:128) merangkum hal-hal penting yang perlu dikerjakan oleh guru konstruktivis sebagai berikut:
1. Guru perlu mendengar sungguh-sungguh interprestasi siswa terhadap data yang ditemukan sambil menaruh perhatian khusus kepada keraguan, kesulitan, dan kebingungan setiap siswa.
2. Guru perlu memperhatikan perbedaan pendapat dalam kelas, pada hal-hal yang kontradiktif dan membingungkan siswa, guru akan menemukan bahwa konsep yang dipelajari itu mungkin sulit dan membutuhkan lebih banyak untuk mengkonstruksinya.
3. Guru perlu tahu bahwa ”tidak mengerti” adalah langkah yang penting untuk mulai menekunnya, ketidaktahuan siswa bukanlah suatu tanda yang jelek dalam proses belajar, melainkan langkah awal untuk mulai.
Berdasarkan uraian diatas, tugas
guru pada pembelajaran konstruktivis harus lebih menjadi mitra yang aktif
bersama, merangsang pemikiran, menciptakan persoalan, membiarkan siswa
mengungkapkan gagasan dan konsepnya, serta kritis menguji konsep yang diajukan
oleh siswa. Oleh karena itu, dapatlah dirumuskan secara keseluruhan pengertian
atau maksud pembelajaran secara konstruktivis adalah pembelajaran yang
berpusatkan siswa.
Teori Belajar Yang Mendasari Pembelajaran Pendekatan Konstruktivis
Tujuan akhir dari setiap kegiatan
pembelajaran adalah agar siswa dapat menguasai dan memahami konsep-konsep
pelajaran, maupun berpikir secara formal dan dapat mengaplikasian apa yang
diperolehnya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi pada kehidupan
sehari-hari. Berikut adalah beberapa teori belajar yang mendasari pembelajaran
melalui penerapan pendekatan konstruktivisme, diantarannya adalah :
1. Teori perkembangan Mental Piaget
Piaget mengemukakan teori tentang perkembangan
kognitif yang dialami setiap individu. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget
( Dahar, 1988 : 56 ) mengemukakan terdapat tiga aspek pertumbuhan intelektual,
yaitu struktur, yang merupakan organisasi dan adaptasi.
Secara rinci Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis ( menurut usia kalender ) yaitu :
1) Tahap sensori, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun.
2) Tahap pra operasi, dari umur sekitar 2 tahun sampai dengan sekitar umur 7 tahun.
3) Tahap operasi konkrit, dari sekitar umur 7 tahun sampai dengan sekitar umur 11 tahun.
4) Tahap operasi konkrit, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya.
Secara rinci Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis ( menurut usia kalender ) yaitu :
1) Tahap sensori, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun.
2) Tahap pra operasi, dari umur sekitar 2 tahun sampai dengan sekitar umur 7 tahun.
3) Tahap operasi konkrit, dari sekitar umur 7 tahun sampai dengan sekitar umur 11 tahun.
4) Tahap operasi konkrit, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya.
Dengan demikian , jika memperhatikan usia anak SD
berarti masih termasuk pada tahap operasi konkrit. Oleh sebab itu setiap guru
harus mengetahui karakter anak pada tahap ini. Guru – guru harus mengetahui apa
yang dimiliki anak dan kemampuan apa yang belum dimiliki. Umumnya anak-anak
pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan material konkrit.
Mereka baru mampu mengingat definisi yang telah ada dan mengungkapkan kembali.
2. Teori Konstruktivisme sosial Vigotsky
Teori Konstruktivisme sosial vigotsky berasumsi bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Siswa mempunyai dua tingkat perkembangan,perkembangan aktual dan potensial.
3. Teori Bermakna Ausubel
Menurut ausubel, ada dua macam proses belajar, yaitu belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna berarti informasi baru diasimilasikan dalam struktur pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya hanya perlu bila pembelajaran mendapatkan fenomena atau informasi yang sama sekali baru dan belum ada hubungannya dalam struktur pengertian lamanya.
2. Teori Konstruktivisme sosial Vigotsky
Teori Konstruktivisme sosial vigotsky berasumsi bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Siswa mempunyai dua tingkat perkembangan,perkembangan aktual dan potensial.
3. Teori Bermakna Ausubel
Menurut ausubel, ada dua macam proses belajar, yaitu belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna berarti informasi baru diasimilasikan dalam struktur pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya hanya perlu bila pembelajaran mendapatkan fenomena atau informasi yang sama sekali baru dan belum ada hubungannya dalam struktur pengertian lamanya.
PENDEKATAN INQUIRI
Inquiry yaitu salah satu metode
pengajaran dengan cara guru menyuguhkan suatu peristiwa kepada siswa yang
menimbulkan teka-teki, dan memotivasi siswa untuk mencari pemecahan masalah.
Metode inquiry ditelusuri dari fakta menuju teori.
Dengan harapan agar siswa terangsang
untuk mencari dan meneliti, serta memecahkan masalah dengan kemampuannya
sendiri. Dalam pelaksanaannya metode inquiry dapat dilakukan dengan cara guru
membagi tugas meneliti suatu masalah di kelas. Siswa dibagi kedalam beberapa
kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus
diselesaikan. Kemudian tugas itu mereka pelajari, mereka teliti, serta dibahas
bersama-sama dalam kelompoknya. Setelah dibahas, dan didiskusikan, kemudian
masing-masing kelompok itu membuat laporan hasil kerja, dengan cara sistematis
dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Inquiry juga dapat berjalan
dengan cara sebagai berikut guru menunjukkan sesuatu benda/barang, atau buku
yang masih asing bagi siswa didepan kelas. Kemudian semua siswa disuruh mengamati,
meraba, melihat dan membaca dengan seluruh alat indera secara cermat. Lalu guru
memberikan masalah, atau pertanyaan kepada seluruh siswa, yang sudah siap
dengan jawaban atau pendapat. Dalam hal ini masalah yang diajukan kepada siswa
itu tidak boleh menyimpang dari garis pelajaran yang telah
diberikan/direncanakan tersebut, metode ini setingkat lebih maju dari problem
solving, karena permasalahannya bersifat penelitian (research).
Ada
tiga ciri pembelajaran inkuiri, yaitu pertama, Strategi Inquiry menekankan pada
aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan (siswa sebagai
subjek belajar). Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan
untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri yang sifatnya sudah pasti dari
sesuatu yang sudah dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sifat
percaya diri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran
inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan
kritis.
Menurut Sanjaya (2009), penggunaan
inkuiri harus memperhatikan beberapa prinsip, yaitu berorientasi pada
pengembangan intelektual (pengembangan kemampuan berfikir), prinsip interaksi (interaksi
antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan
lingkungan), prinsip bertanya (guru sebagai penanya), prinsip belajar untuk
berfikir (learning how to think), prinsip keterbukaan (menyediakan ruang
untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara
terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan).
Prinsip – prinsip Penggunaan Inkuiri
a. Berorientasi
pada pengembangan intelektual
Tujuan
utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan
demikian , strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar
juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari
proses pembelajaran dengan menggunkan strategi inquiri bukan ditentukan sejauh
mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa
beraktivitas mencari dan menemukan.
b. Prinsip
Interaksi
Proses
pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa
maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan lingkungan.
Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai
sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu
sendiri.
c. Prinsip
Bertanya
Peran guru
yang harus dilakukan dalam menggunkaan model inkuiri adalah guru sebagai
penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya
sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
d. Prinsip
Belajar untuk Berpikir
Belajar
bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses
berpikir (learning how to think) yakni proses mengembangkan potensi
seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah
pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
e. Prinsip
Keterbukaan
Pembelajaran
yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai
hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan
ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan
secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
Dalam
implementasinya, pembelajaran inkuiri memiliki sintaks sebagai berikut:
- Menyajikan pertanyaan atau
masalah: Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah
dituliskan di papan. Guru membagi siswa dalam kelompok.
- Membuat hipotesis: Guru
memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk
hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang
relevan dengan permasalahan dan memproiritaskan hipotesis mana
yang menjadi prioritas penyelidikan.
- Merancang percobaan Guru
memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang
sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa
mengurutkan langkah-langkah percobaan.
- Mengumpulkan dan menganilisis
data: Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan
hasil pengolahan data yang terkumpul.
- Membuat kesimpulan: Guru
membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.
Sedangkan
menurut Sudjana (1989), ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan
pembelajaran inkuiri, yaitu :
- Merumuskan masalah untuk
dipecahkan oleh siswa
- Menetapkan jawaban sementara
atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis
- Mencari informasi, data, dan
fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan
- Manarik kesimpulan atau
generalisasi
- Mengaplikasikan kesimpulan
Berdasarkan
tingkat kematangan siswa, pendekatan inkuiri dapat dilakukan dalam lima
tingkatan, yaitu inkuiri tradisional, inquiri terbimbing, inkuiri mandiri,
keterampilan prosedur ilmiah, Penelitian siswa. Terdapat tiga aspek
yang sama penting dalam pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, Kegiatan
Belajar/Mengajar dan materi, hasil evaluasi. Proses yang baik diasumsikan akan
mendapatkan hasil yang baik. Proses belajar yang efektif harus melibatkan
sebanyak mungkin alat indera. Pendekatan inkuiri, melibatkan semua indera
sehingga pengetahuan siswa akan menjadi tahan lama. Perumusan indikator, harus
memikirkan efek samping terutama pada tahapan perkembangan psikologi siswa.
Kelemahan pendekatan inkuiri (kekacauan pembelajaran), dapat terjadi
kalau guru tidak melakukan pembimbingan secara terarah dan bertanggung jawab.
Guru penting melakukan monitoring atau pengontrolan terhadap aktivitas siswa.
o
Keunggulan metode inquiry :
- Mendorong
siswa berpikir secara ilmiah dalam setai pemecahan masalah yang dihadapi.
- Membantu
dalam menggunakan ingatan, dan transfer pengetahuan pada situasi proses
pengajaran.
- Mendorong
siswa untuk berfikir kreatif dan intuitif, dan bekerja atas dasar
inisiatif sendiri.
- Menumbuhkan
sikap obyektif, jujur dan terbuka.
- Situasi
proses belajar mengajar menjadi hidup dan dinamis
o
Kekurangan metode inquiry :
- Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang. Bagi guru yang
terbiasa dengan cara tradisional, merupakan beban yang memberatkan.
- Pelaksanaan pengajaran melalui metode ini, dapat memakan watu
yang cukup panjang. Apalagi proses pemecahan masalah itu memerlukan
pembuktian secara ilmiah.
- Proses jalannya inquiry akan menjadi terhambat, apabila siswa
telah terbiasa cara belajar “nrimo” tanpa kritik dan pasif apa yang
diberikan oleh gurunya.
- Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah. Akan tetapi
justru memerlukan pengulangan dan penanaman nilai. Misalnya pada
pengajaran agama, mengenai keimanan, ibadah dan akhlak.
- Metode inquiry ini baru dilaksanakan pada tingkat SLTA, Perguruan
Tingi. Dan untuk tingkat SLTP dan tingkat SD masih sulit dilaksanakan.
Sebab pad tingkat tersbeut anak didik belum mampu berpikir secara ilmiah,
merupakan ciri dari metode inquiry.
o
Hal-hal yang dapat mempertinggi teknik
inquiry
Agar teknik inquiry dapat
dilaksanakan dengan baik, memerlukan kondisi belajar sebagai berikut :
- Menciptakan situasi kondisi yang fleksibel (tidak terlalu kaku)
dalam interaksi belajar, dan siswa belajar dari perasaan takut dan
tekanan.
- Kondisi lingkungan yang dapat memancing gairah intelektual, dan
semangat belajar yang tinggi.
- Guru mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif dan
responsif.