Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap Kesehatan
PENGARUH NILAI SOSIAL BUDAYA TERHADAP KESEHATAN
A. PENGERTIAN
1. NILAI – NILAI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Nilai adalah suatu kadar, ukuran atau mutu
2. SOSIAL
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa social adalah berkenaan dengan masyarakat
3. BUDAYA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa budaya adalah Pikiran, akal budi atau hasil
4. MASYARAKAT
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah dengan ikatan aturan tertentu.
5. NILAI – NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT
Jadi disimpulkan bahwa nilai – nilai sosial budaya masyarakat adalah suatu ukuran atau peraturan yang disepakati bersama sebagai buah pikir dalam sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah tertentu.
6. PRILAKU
bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo 2003 hal 114)
7. KESEHATAN
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis
B. Hubungan Perkembangan Nilai Budaya Dengan Kesehatan Masyarakat
Kebudayaan atau disebut juga kultur merupakan keseluruhan cara hidup manusia sebagai warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya. Pengetahuan tentang suatu kebudayaan tertentu dapat digunakan untuk meramalkan berbagai kepercayaan dan perilaku anggotanya. Untuk itu petugas kesehatan perlu mempelajari kebudayaan sebagai upaya mengetahui perilaku masyarakat di kebudayaan tersebut sehingga dapat turut berperan serta memperbaiki status kesehatan di masyarakat tersebut.
Dalam tiap kebudayaan terdapat berbagai kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan. Di pedesaan masyarakat jawa, ibu nifas tidak boleh makan yang amis-amis (misalnya : Ikan) karena menurut kepercayaan akan membuat jahitan perineum sulit sembuh dan darah nifas tidak berhenti. Menurut ilmu gizi hal tersebut tidak dibenarkan karena justru ikan harus dikonsumsi karena mengandung protein sehingga mempercepat pemulihan ibu nifas. Disinilah peran petugas kesehatan untuk meluruskan anggapan tersebut.
Di daerah Langkat, Sumatera Utara ada kebudayaan yang melarang ibu nifas untuk melakukan mobilisasi selama satu minggu sejak persalinan. Ibu nifas harus bedrest total selama seminggu karena dianggap masih lemah dan belum mampu beraktivitas sehungga harus istirahat di tempat tidur. Mereka juga menganggap bahwa dengan ilmu pengetahuan saat ini bahwa dengan beraktivitas maka proses penyembuhan setelah persalinan akan terhambat. Hal ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan saat ini bahwa ibu nifas harus melakukan mobilisasi dini agar cepat pulih kondisinya. Dengan mengetahui kebudayaan di daerah tersebut, petugas kesehatan dapat masuk perlahan-lahan untuk memberi pengertian yang benar kepada masyarakat.
Di sisi lain ada kebudayaan yang sejalan dengan aspek kesehatan. Dalam arti kebudayaan yang berlaku tersebut tidak bertentangan bahkan saling mendukung dengan aspek kesehatan. Dalam hal ini petugas kesehatan harus mendukung kebudayaan tersebut. Tetapi kadangkala rasionalisasinya tidak tepat sehingga peran petugas kesehatan adalah meluruskan anggapan tersebut. Sebagai contoh, ada kebudayaan yang menganjurkan ibu hamil minum air kacang hijau agar rambut bayinya lebat. Kacang hijau sangat baik bagi kesehatan karena banyak mengandung vitamin B yang berguna bagi metabolisme tubuh. Petugas kesehatan mendukung kebiasaan minum air kacang hijau tetapi meluruskan anggapan bahwa bukan membuat rambut bayi lebat tetapi karena memang air kacang hujau banyak vitaminnya. Ada juag kebudayaan yang menganjurkan ibu menyusui untuk amakan jagung goring (di Jawa disebut “marning”) untuk melancarkan air susu. Hal ini tidak bertentangan dengan kesehatan. Bila ibu makan jagung goring maka dia akan mudah haus. Karena haus dia akan minum banyak. Banyak minum inilah yang dapat melancarkan air susu.
Dalam makalah ini kita mempelajari tentang perkembanagn nilai budaya dan kaitannya dengan kesehatan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pentingnya petugas kesehatan mempelajari kebudayaan di suatu wilayah agar dapat memperbaiki status kesehatan masyarakat di daerah tersebut.
C. Penetrasi Kebudayaan
Penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
1. Penetrasi Damai (Penetration Pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya: masuknya penagruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli udaya masyarakat. Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan akulturasi, asimilasi, atau sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangakan unsure kebudayaan asli. Contohnya:bentuk bangunana Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
2. Penetrasi kekerasan (Penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya:masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya dunia barat anatar lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada system pemerintahan Indonesia.
D. Cara Pandang Terhadap Kebudayaan
1. Kebudayaan Sebagai Peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan :budaya” yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad Ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksian adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnnya. Pada praktiknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang “elit” seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui,dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendapat bahwa musik klasik adalah musik yanng “berkelas”, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah “berkebudayaan “ .
Orang yang amenggunakan kata “kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang “berkebudayaan “ disebut sebagai orang yang “tidak berkebudayaan “ ; bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang yang “tidak berkebudayaan “ dikatakan lebih “alam” , dan para pengamat sering kali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran “manusia alami” (human nature).
Sejak abad ke-18,beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu, berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan “tidak alami” yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar dasar manusia. Dalam hal ini,musik tradisional ( yanng diciptakan oleh masyarakt kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup yang alami” (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyakan ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkanantara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan “:kebudayaan” adalah sama masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapar diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultu, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
2. Kebudayaan sebagai “Sudut Pandang Umum”
Selama era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme seperti misalnya, perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudur pandang umum”. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan.meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif”.
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, memreka mengamsumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan. Pada tahun 50-an, subkebudayaan-kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya-mulai dijasikan subyek penelitian oleh para sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan-perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
3. Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
E. Perkembangan Nilai Budaya Individu dengan Kesehatan Masyarakat
1. Kebudayaan di antara Masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki kebudayaan (sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya subkultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, estetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
a. Monokulturalisme : Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
b. Letikultur (kebudayaan inti) : Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Letikultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaan sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
c. Melting pot : Kebudayaan imigran / asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
d. Multikulturalisme : Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
2. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Untuk menganalisis secara ilmiah tentang gejala-gejala dan kejadian sosial budaya di masyarakat sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser kita memerlukan beberapa konsep. Konsep- konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut dinamik sosial (social dynamic). Konsep-konsep penting tersebut antara lain internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization), dan enkulturasi (enculturation). Kemudian ada juga evolusi kebudayaan ( cultural evolution) yang mengamati perkembangan kebudayaan manusia dari bentuk yang sederhana hingga bentuk yang semakin lama semakin kompleks. Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga suatu masyarakat, yaitu proses akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation). Akhirnya ada proses pembaharuan atau inovasi (innovation), yang berhubungan erat dengan penemuan baru (discovery dan invention).
3. Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
a. Proses Internalisasi
Manusia mempunyai diri dalam gen-nya untuk mengembangkan berbagia macam perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi kepribadiannya. Tetapi wujud dari kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimuli yang ada di sekitar alam dan lingkungan sosial dan budayanya. Maka proses internalisasi yang dimaksud adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal, dimana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala hasrat, perasaan, nafsu, serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya.
b. Proses Sosialisasi
Proses ini bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sitem sosial. Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari.
c. Proses Enkulturasi
Dalam proses ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, serta peratuaran-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Kata enkulturasi dalam bahasa Indonesia juga berarti “pembudayaan”. Seorang individu dalam hidupnya juga sering meniru dan membudayakan berbagai macam tindakan setelah perasaan dan nilai budaya yang meberi motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasi dalam kepribadiannya.
d. Proses Evolusi Sosial
1) Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial
Proses sosial dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisa oleh seorang peneliti seolah-olah dari dekat secara detail (microscopic), atau dapat juga dipandang dari jauh hanya dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang besar saja (macroscopic). Proses evolusi sosial budaya yang dianalisa secara detail akan membuka mata seorang penelitiuntuk berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari dalam setiap masyarakat di dunia.
2) Proses-Proses Berulang dalam Evolusi Sosial Budaya
Proses ini mengenai suatu aktivitas dalam sebuah lingkungan atau suatu adat dimana aktivitas yang dilakukan terus berulang. Dan aktivitas yang dimaksud biasanya aktivitas yang menyimpang atau di luar kehendak perilaku. Namun pada suatu ketika dan sering terjadi aktivitas tersebut selalu berulang (recurent) dalam kehidupannya sehari-hari disetiap masyarakat. Sampai akhirnya masyarakat tidak bisa mempertahankan adatnya lagi, karena terbiasa dengan penyimpangan-penyimpangan tersebut. Maka masyarakat terpaksa memberi konsesinya, dan adat serta aturan diubah sesuai dengan keperluan baru dari individu-individu di dalam masyarakat.
3) Proses Mengarah daKebudayaan dalam Evokusi Kebudayaan
Dengan mengambil jangka perubahan besar yang seolah bersifat menentukan arah (directional) dari sejarah perkembangan masuarakat dan kebudayaan yang bersangkutan. Sebagai contoh misalnya misalnya tingkat kebudayaan manusia yang berawal dari Neolitik, kemudian berubah menjadi Mesolitik dan akhirnya berubah menuju Paleolitik.
e. Proses Difusi
1) Penyebaran Manusia
Ilmu Paleontropologi memperkirakan bahwa manusia terjadu di daerah Sabana tropical di Afrika Timur, dan sekarang makhluk itu sudah menduduki hamper seluruh permukaan bumi ini. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya proses pembiakan dan gerakan penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai dengan proses adaptasi fisik dan social budaya.
2) Penyebaran Unsur-Unsur Kebudayaan
Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsure-unsur kebudayaan dan sejarah dari proses penyebaran unsure penyebaran kebudayaan seluruh penjuru dunia yang disebut proses difusi (diffusion). Salah satu bentuk difusi dibawa oleh kelompok-kelompok yang bermigrasi. Namun bisa juga tanpa adanya migrasi, tetapi karena ada individu-individu yang membawa unsure-unsur kebudayaan itu, dan mereka adalah para pedagang dan pelaut.
f. Akulturasi dan Pembauran atau Asimilasi
1) Akulturasi
Proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsure-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan demikian rupa, sehingga unsure-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diteima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
2) Asimilasi
Proses social yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda. Kemudian saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsure-unsur kebudayaan yang campuran.
g. Pembaruan (Innovasi)
1) Inovasi dan Penemuan
Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk baru. Proses inovasi sangat erat kaitannya dengan teknologi dan ekonomi. Daam suatu penemuan baru biasanya membutuhkan proses sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus yaitu discovery dan invention. Discovery atau penemuan adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat baru, ide baru, yang diciptakan oleh individu atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat bersangkuta. Discovery baru menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru itu.
2) Pendorong Penemuan Baru
Faktor-faktor pendorong bagi individu dalam suatu masyarakat untuk memulai dan mengembangkan penemuan-penemuan baru antara lain:
a) Kesadaran para individu akan kekurangan dalam kebudayaan.
b) Mutu dan keahlian dalam suatu kebudayaan.
c) Sistem perangsang bagi aktivitas mencipta dalam masyarakat.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, anatara wujud kebudayaan yang satu tidak bias dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
F. Komponen Kebudayaan
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
1. Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televise, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
2. Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi kegenerasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
G. Hubungan antara Unsur-unsur Kebudayaan
Komponen-komponen atau unsure-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
1. Peralatan dan Perlengakapan Hidup (Teknologi)
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga system peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
a. Alat-lata produktif
b. Senjata
c. Wadah
d. Alat-alat menyalakan api
e. Makanan
f. Pakaian
g. Tempat berlindung dan perumahan
h. Alat-alat transportasi.
2. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Perhatikan para ilmuan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional aja, di anataranya:
a. Berburu dan meramu
b. Berternak
c. Bercocok tanam di ladang
d. Menangkap ikan
3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Sistem Kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan sturktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari bebrapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hokum maupun yang tidak berbadan hokum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan Negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
4. Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata karma masyrakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyrakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi soaial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
6. Sistem Kepercayaan
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap rahasia – rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagat raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya sering kali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa inggris:Religion, yang berasal dari bahasa latin religare, yang berarti “menambatkan”), adalah sebuah unsur kebidanan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (kamus filosopi dan agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut :
Sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan bisa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagian sejati.
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti”10 Firman” dalam agama keristen “ 5 rukun Islam “ dalam Agama islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan , seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.
H. Berbagai Agama dan Kepercayaan di Di dunia Kaitannya dengan Kebudayaan
1. Agama samawi
Tiga agama besar, Yahudi, Keristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama samawi atau agama Abrahamik. Ketiga agama tersebut memiliki tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberika pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagi yang pertama, adalah agama monotheistic. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Keristen dan Islam.Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.
Keristen (protestan dan katolik) adalah agama yang, banyak merubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 miliyar pemuluk agama Kristen diseluruh dunia.
Islam memiliki nilai-nlilai dan norma agama yang banyak mempengaruhi Kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,5 miliyar pemeluk agama islam di dunia.
2. Agama dan Filosofi dari Timur
Agama dan Filosofi sering kali saling terkait satu sama lain pada kebudayan Asia. Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China, dan sepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi.
Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahayana yang menyebar di sepanjang utara dan timur india sampai Tibet, China, Mangolia, Jepang dan China selatan sampai Vetnam. Theravada buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri langka, bagian barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencarai kenikmatan dunia .
Khonghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari china, mempengaruhi baik religi, seni, politik, maupun tradiisi filosofi di seluruh Asia.
Pada abad ke-20, dikedua Negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Mahatma Gandha memberikan pengertian baru tentang Ahmisa, inti dari kepercayaan hindu maupun Jaina, dan membrikan difinisi baru tentang konsep antikekerasan dan anti perang. Pada priode yang sama, filosofi komonisme Mao Zadong menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.
3. Agama Tradisional
Agama tradisional atau terkadang disebut sebagai “agama nenek moyang”,dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia,Afrika,dan Amerika. Pengaruh mereka cukup besar,mungkin bias dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama Negara,seperti misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainya,agama lainnya,agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah,tertimpa musibah,dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
4. “American Dream”
American Dream atau “mimpi orang Amerika” dalam bahasa Indonesia adalah sebuah kepercayaan yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya melalui kerja keras,pengorbanan dan kebulatan tekad tanpa memperdulikan status social,seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah “kota di atas bukit”(atau city upon a hill) “cahaya untuk nega-negara”( a light unto the nations),yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjajah Eropa sampai generasi berikutnya.
5. Pernikahan
Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah,gereja biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan dihadapan tamu,sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dangan gerejanya. Gereja katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah dan orang yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara agama Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian namun memperbolehkannya.
I. Ilmu Pengetahuan dan Perubahan Sosial Budaya
1. Sistem Ilmu dan Pengetahuan
Secara sederhana pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda,sifat,keadaan,dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman,intuisi,wahyu,dan berpikir menurut logika atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi ;
a. Pengetahuan tentang alam
b. Penagetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan disekitarnya
J. Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional
Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan sakit.
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya yang sakit.
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia terkena penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai serangan itu berhenti.
Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat disebabkan oleh dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena dapat mencari pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.
K. Kesehatan dalam Sosial Budaya
Seperti kita ikuti bersama, akhir-akhir ini diskusi tentang global change banyak diangkat. Berbagai perubahan sosial, ekonomi, budaya, teknologi dan politik mengharuskan jalinan hubungan di antara masyarakat manusia di seluruh dunia. Fenomena ini dirangkum dalam terminologi globalisation. Ditengah riuh rendah globalisasi inilah muncul wacana Dampak Perubahan Sosial dan Budaya. Dampak dari perubahan sosial dan budaya sendiri diartikan sebagai perubahan dalam skala besar pada sistem bio-fisik dan ekologi yang disebabkan aktifitas manusia. Perubahan ini terkait erat dengan sistem penunjang kehidupan planet bumi (life-support system). Ini terjadi melalui proses historis panjang dan merupakan agregasi pengaruh kehidupan manusia terhadap lingkungan, yang tergambar misalnya pada angka populasi yang terus meningkat, aktifitas ekonomi, dan pilihan-pilihan teknologi dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Saat ini pengaruh dan beban terhadap lingkungan hidup sedemikian besar, sehingga mulai terasa gangguan-gangguan terhadap Sistem Bumi kita.
Perubahan sosial dan budaya yang terjadi seiring tekanan besar yang dilakukan manusia terhadap sistem alam sekitar, menghadirkan berbagai macam risiko kesehatan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Sebagai contoh, kita terus mempertinggi konsentrasi gas-gas tertentu yang menyebabkan meningkatkan efek alami rumah kaca (greenhouse) yang mencegah bumi dari pendinginan alami (freezing). Selama abad 20 ini, suhu rata-rata permukaan bumi meningkat sekitar 0,6oC dan sekitar dua-per-tiga pemanasan ini terjadi sejak tahun 1975. Dampak perubahan sosial dan budaya penting lainnya adalah menipisnya lapisan ozon, hilangnya keaneragaman hayati (bio-diversity), degradasi kualitas lahan, penangkapan ikan melampaui batas (over-fishing), terputusnya siklus unsur-unsur penting (misalnya nitrogen, sulfur, fosfor), berkurangnya suplai air bersih, urbanisasi, dan penyebaran global berbagai polutan organik. Dari kacamata kesehatan, hal-hal di atas mengindikasikan bahwa kesehatan umat manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terjadi di luar batas kemampuan daya dukung ruang lingkungan dimana mereka hidup.
Dalam skala global, selama seperempat abad ke belakang, mulai tumbuh perhatian serius dari masyarakat ilmiah terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan masalah lingkungan, seperti kanker yang disebabkan racun tertentu (toxin related cancers), kelainan reproduksi atau gangguan pernapasan dan paru-paru akibat polusi udara. Secara institusional International Human Dimensions Programme on Global Environmental Change (IHDP) membangun kerjasama riset dengan Earth System Science Partnership dalam menyongsong tantangan permasalahan kesehatan dan Dampak dari perubahan sosial dan budaya.
Pengaruh perubahan iklim global terhadap kesehatan umat manusia bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan kerja keras dan pendekatan inter-disiplin diantaranya dari studi evolusi, bio-geografi, ekologi dan ilmu sosial. Di sisi lain kemajuan teknik penginderaan jauh (remote sensing) dan aplikasi-aplikasi sistem informasi geografis akan memberikan sumbangan berarti dalam melakukan monitoring lingkungan secara multi-temporal dan multi-spatial resolution. Dua faktor ini sangat relevan dengan tantangan studi dampak perubahan sosial dan budaya terhadap kesehatan lingkungan yang memerlukan analisa historis keterkaitan dampak perubahan sosial dan budaya dan kesehatan serta analisa pengaruh perubahan sosial dan budaya di tingkat lokal, regional hingga global.
Seperti kita ikuti bersama, akhir-akhir ini diskusi tentang global change banyak diangkat. Berbagai perubahan sosial, ekonomi, budaya, teknologi dan politik mengharuskan jalinan hubungan di antara masyarakat manusia di seluruh dunia. Fenomena ini dirangkum dalam terminologi globalisation. Ditengah riuh rendah globalisasi inilah muncul wacana Dampak Perubahan Sosial dan Budaya. Dampak dari perubahan sosial dan budaya sendiri diartikan sebagai perubahan dalam skala besar pada sistem bio-fisik dan ekologi yang disebabkan aktifitas manusia. Perubahan ini terkait erat dengan sistem penunjang kehidupan planet bumi (life-support system). Ini terjadi melalui proses historis panjang dan merupakan agregasi pengaruh kehidupan manusia terhadap lingkungan, yang tergambar misalnya pada angka populasi yang terus meningkat, aktifitas ekonomi, dan pilihan-pilihan teknologi dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Saat ini pengaruh dan beban terhadap lingkungan hidup sedemikian besar, sehingga mulai terasa gangguan-gangguan terhadap Sistem Bumi kita.
Perubahan sosial dan budaya yang terjadi seiring tekanan besar yang dilakukan manusia terhadap sistem alam sekitar, menghadirkan berbagai macam risiko kesehatan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Sebagai contoh, kita terus mempertinggi konsentrasi gas-gas tertentu yang menyebabkan meningkatkan efek alami rumah kaca (greenhouse) yang mencegah bumi dari pendinginan alami (freezing). Selama abad 20 ini, suhu rata-rata permukaan bumi meningkat sekitar 0,6oC dan sekitar dua-per-tiga pemanasan ini terjadi sejak tahun 1975. Dampak perubahan sosial dan budaya penting lainnya adalah menipisnya lapisan ozon, hilangnya keaneragaman hayati (bio-diversity), degradasi kualitas lahan, penangkapan ikan melampaui batas (over-fishing), terputusnya siklus unsur-unsur penting (misalnya nitrogen, sulfur, fosfor), berkurangnya suplai air bersih, urbanisasi, dan penyebaran global berbagai polutan organik. Dari kacamata kesehatan, hal-hal di atas mengindikasikan bahwa kesehatan umat manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terjadi di luar batas kemampuan daya dukung ruang lingkungan dimana mereka hidup.
Dalam skala global, selama seperempat abad ke belakang, mulai tumbuh perhatian serius dari masyarakat ilmiah terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan masalah lingkungan, seperti kanker yang disebabkan racun tertentu (toxin related cancers), kelainan reproduksi atau gangguan pernapasan dan paru-paru akibat polusi udara. Secara institusional International Human Dimensions Programme on Global Environmental Change (IHDP) membangun kerjasama riset dengan Earth System Science Partnership dalam menyongsong tantangan permasalahan kesehatan dan Dampak dari perubahan sosial dan budaya.
Pengaruh perubahan iklim global terhadap kesehatan umat manusia bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan kerja keras dan pendekatan inter-disiplin diantaranya dari studi evolusi, bio-geografi, ekologi dan ilmu sosial. Di sisi lain kemajuan teknik penginderaan jauh (remote sensing) dan aplikasi-aplikasi sistem informasi geografis akan memberikan sumbangan berarti dalam melakukan monitoring lingkungan secara multi-temporal dan multi-spatial resolution. Dua faktor ini sangat relevan dengan tantangan studi dampak perubahan sosial dan budaya terhadap kesehatan lingkungan yang memerlukan analisa historis keterkaitan dampak perubahan sosial dan budaya dan kesehatan serta analisa pengaruh perubahan sosial dan budaya di tingkat lokal, regional hingga global.
L. Bagaimana Perubahan Sosial dan Budaya Mempengaruhi Kesehatan Manusia?
Ada tiga alur tingkatan pengaruh perubahan sosial dan budaya terhadap kesehatan. Pengaruh ini dari urutan atas ke bawah menunjukkan peningkatan kompleksitas dan pengaruhnya bersifat semakin tidak langsung pada kesehatan.
Ada tiga alur tingkatan pengaruh perubahan sosial dan budaya terhadap kesehatan. Pengaruh ini dari urutan atas ke bawah menunjukkan peningkatan kompleksitas dan pengaruhnya bersifat semakin tidak langsung pada kesehatan.
Pada alur paling atas, terlihat bagaimana perubahan pada kondisi mendasar lingkungan fisik (contohnya: suhu ekstrim atau tingkat radiasi ultraviolet) dapat mempengaruhi biologi manusia dan kesehatan secara langsung (misalnya sejenis kanker kulit).
Alur pada dua tingkatan lain, di tengah dan bawah, mengilustrasikan proses-proses dengan kompleksitas lebih tinggi, termasuk hubungan antara kondisi lingkungan, fungsi-fungsi ekosistem, dan kondisi sosial-ekonomi.
Alur tengah dan bawah menunjukkan tidak mudahnya menemukan korelasi langsung antara perubahan lingkungan dan kondisi kesehatan. Akan tetapi dapat ditarik benang merah bahwa perubahan-perubahan lingkungan ini secara langsung atau tidak langsung bertanggung jawab atas faktor-faktor penyangga utama kesehatan dan kehidupan manusia, seperti produksi bahan makanan, air bersih, kondisi iklim, keamanan fisik, kesejahteraan manusia, dan jaminan keselamatan dan kualitas sosial. Para praktisi kesehatan dan lingkungan pun akan menemukan banyak domain permasalahan baru di sini, menambah deretan permasalahan pemunculan toksi-ekologi lokal, sirkulasi lokal penyebab infeksi, sampai ke pengaruh lingkungan dalam skala besar yang bekerja pada gangguan kondisi ekologi dan proses penyangga kehidupan ini. Jelaslah bahwa resiko terbesar dari dampak perubahan sosial dan budaya atas kesehatan dialami mereka yang paling rentan lokasi geografisnya atau paling rentan tingkat sumber daya sosial dan ekonominya.
M. Aktifitas Penduduk bagi Kesehatan
Alur tengah dan bawah menunjukkan tidak mudahnya menemukan korelasi langsung antara perubahan lingkungan dan kondisi kesehatan. Akan tetapi dapat ditarik benang merah bahwa perubahan-perubahan lingkungan ini secara langsung atau tidak langsung bertanggung jawab atas faktor-faktor penyangga utama kesehatan dan kehidupan manusia, seperti produksi bahan makanan, air bersih, kondisi iklim, keamanan fisik, kesejahteraan manusia, dan jaminan keselamatan dan kualitas sosial. Para praktisi kesehatan dan lingkungan pun akan menemukan banyak domain permasalahan baru di sini, menambah deretan permasalahan pemunculan toksi-ekologi lokal, sirkulasi lokal penyebab infeksi, sampai ke pengaruh lingkungan dalam skala besar yang bekerja pada gangguan kondisi ekologi dan proses penyangga kehidupan ini. Jelaslah bahwa resiko terbesar dari dampak perubahan sosial dan budaya atas kesehatan dialami mereka yang paling rentan lokasi geografisnya atau paling rentan tingkat sumber daya sosial dan ekonominya.
M. Aktifitas Penduduk bagi Kesehatan
Sebagaimana disinggung di atas, masyarakat manusia sangat bervariasi dalam tingkat kerentanan terhadap serangan kesehatan. Kerentanan ini merupakan fungsi dari kemampuan masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim dan lingkungan. Kerentanan juga bergantung pada beberapa faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat ekonomi, ketersediaan makanan, kondisi lingkungan lokal, kondisi kesehatannya itu sendiri, dan kualitas serta ketersediaan fasilitas kesehatan publik.
Wabah demam berdarah yang melanda negeri kita menyiratkan betapa rentannya kondisi kesehatan-lingkungan di Indonesia saat ini, baik dilihat dari sisi antisipasi terhadap wabah, kesigapan peanggulangannya sampai pada penanganan para penderita yang kurang mampu. Merebaknya wabah di kawasan urban juga menyiratkan kerentanan kondisi lingkungan dan kerentanan sosial-ekonomi. Hal ini terkait dengan patron penggunaan lahan, kepadatan penduduk, urbanisasi, meningkatnya kemiskinan di kawasan urban, selain faktor lain seperti rendahnya pemberantasan nyamuk vektor penyakit sejak dini, atau resistensi nyamuk sampai kemungkinan munculnya strain atau jenis virus baru.
Pada dekade lalu penelitian ilmiah yang menghubungkan pengaruh perubahan iklim global terhadap kesehatan dapat dirangkum dalam tiga katagori besar. Pertama, studi-studi empiris untuk mencari saling-hubungan antara kecenderungan dan variasi iklim dengan keadaan kesehatan. Kedua, studi-studi untuk mengumpulkan bukti-bukti munculnya masalah kesehatan sebagai akibat perubahan iklim. Ketiga, studi-studi pemodelan kondisi kesehatan di masa depan. Penelitian empiris jenis pertama dan kedua dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan pengetahuan serta memperkirakan kondisi kesehatan sebagai tanggapan terhadap perubahan iklim dan lingkungan (scenario-based health risk assessment).
Akan tetapi, menimbang variasi kerentanan sosial-ekonomi yang telah kita singgung, keberhasilan sumbangan ilmiah di atas hanya akan optimal jika didukung paling tidak dua faktor lain, yaitu faktor administratif-legislatif dan faktor cultural-personal (kebiasaan hidup). Administrasi-legislasi adalah pembuatan aturan yang memaksa semua orang atau beberapa kalangan tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan preventif dan penanggulangan menghadapi masalah ini. Cakupan kerja faktor ini adalah dari mulai tingkatan supra-nasional, nasional sampai tingkat komunitas tertentu. Selanjutnya secara kultural-personal masyarakat didorong secara sadar dan sukarela untuk melakukan aksi-aksi yang mendukung kesehatan-lingkungan melalui advokasi, pendidikan atau insentif ekonomi. Faktor ini dikerjakan dari tingkatan supra-nasional sampai tingkat individu.
N. Upaya yang Dapat Dilakukan
Pada dekade lalu penelitian ilmiah yang menghubungkan pengaruh perubahan iklim global terhadap kesehatan dapat dirangkum dalam tiga katagori besar. Pertama, studi-studi empiris untuk mencari saling-hubungan antara kecenderungan dan variasi iklim dengan keadaan kesehatan. Kedua, studi-studi untuk mengumpulkan bukti-bukti munculnya masalah kesehatan sebagai akibat perubahan iklim. Ketiga, studi-studi pemodelan kondisi kesehatan di masa depan. Penelitian empiris jenis pertama dan kedua dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan pengetahuan serta memperkirakan kondisi kesehatan sebagai tanggapan terhadap perubahan iklim dan lingkungan (scenario-based health risk assessment).
Akan tetapi, menimbang variasi kerentanan sosial-ekonomi yang telah kita singgung, keberhasilan sumbangan ilmiah di atas hanya akan optimal jika didukung paling tidak dua faktor lain, yaitu faktor administratif-legislatif dan faktor cultural-personal (kebiasaan hidup). Administrasi-legislasi adalah pembuatan aturan yang memaksa semua orang atau beberapa kalangan tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan preventif dan penanggulangan menghadapi masalah ini. Cakupan kerja faktor ini adalah dari mulai tingkatan supra-nasional, nasional sampai tingkat komunitas tertentu. Selanjutnya secara kultural-personal masyarakat didorong secara sadar dan sukarela untuk melakukan aksi-aksi yang mendukung kesehatan-lingkungan melalui advokasi, pendidikan atau insentif ekonomi. Faktor ini dikerjakan dari tingkatan supra-nasional sampai tingkat individu.
N. Upaya yang Dapat Dilakukan
Aktifitas penelitian yang menghubungkan kajian lingkungan dan kesehatan secara integral serta kerja praktis sistematis dari hasil penelitian ilmiah di atas masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia. Menghadapi tantangan lingkungan dan kesehatan ini diperlukan terobosan-terobosan institusional baru diantara lembaga terkait lingkungan hidup dan kesehatan, misalnya dilakukan rintisan kerjasama intensif yang diprakarsai Departemen Kesehatan, Departemen Sosial dan Kementerian Lingkungan Hidup bersama lembaga penyedia data keruangan seperti Bakosurtanal (pemetaan) dan LAPAN (analisa melalui citra satelit). Untuk mewujudkan kerjasama di tataran praktis komunitas atau LSM pemerhati lingkungan hidup mesti berkolaborasi dengan Ikatan Dokter Indonesia bersama asosiasi profesi seperti Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) dalam mewujudkan agenda-agenda penelitian dan program-program penanganan permasalahan kesehatan dan perubahan lingkungan di tingkat lokal hingga nasional.
Hadirnya wacana dan penelitian sosial budaya dengan kompleksitas, ketidakpastian konsep-metodologi, dan perubahan-perubahan besar di masa depan, telah menghadirkan tantangan-tantangan dan tugas-tugas bagi komunitas ilmiah, masyarakat dan para pengambil keputusan. Penelitian ilmiah yang cenderung lamban, kini harus berganti dengan usaha-usaha terarah dan cepat menghadapi urgensi penanganan masalah kesehatan-lingkungan. Kemudian dalam gerak cepat pula informasi yang dihasilkan dunia ilmiah, walaupun dengan segala ketidaksempurnaan dan asumsi-asumsi, didorong untuk memasuki arena kebijakan. Masalah kesehatan dan GEC ini merupakan isu krusial dan bahkan isu sentral dalam diskursus internasional seputar pembangunan yang berkelanjutan.
REFERENSI
